Sabtu, 16 Agustus 2008

Kaitan Perencanaan Wilayah dan Teknologi Informasi

Dulu teknologi informasi (komputer, dsb) dalam bidang perencanaan wilayah dan kota hanya digunakan untuk mendukung proses perencanaan, misalnya dalam bentuk penggunaan databases, sistem informasi manajemen, sistem informasi geografis, dsb. Kini TI mulai dimanfaatkan untuk mempercepat pembangunan wilayah, sebagai akselerator. Beberapa negara telah mengembangkan program untuk itu, misalnya Ghana dengan ICT-Led Regional Socio-Economic Development.

Demikian pula, Provinsi DIY telah menjalankan program Jogja Cyber Province (JCP) dan Digital Government Services (DGS) yang intinya memanfaatkan TI bersama dengan informasi dan pengetahuan untuk mempercepat pembangunan wilayah guna mencapai kondisi yang dicita-citakan. Program DGS bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan daya saing masyarakat. Dalam hal ini TI tidak hanya mendukung (support)kerja pemerintahan dan mememungkinkan (enable) peningkatan kualitas layanan pemerintahan, tetapi TI masuk juga ke dalam kehidupan masyarakat (antara lain: pendidikan, pariwisata, perhubungan, pertanian, perikanaan, perindustrian, kesehatan, tenaga kerja, dsb). Dalam hal ini, TI berfungsi sebagai driver pembangunan. Program DGS di Provinsi DIY dimulai tahun 2005 dan kini berjalan tahap demi tahap.

Satu hal lagi yang penting difahami, penerapan TI ke pemerintahan dan masyarakat tidak akan lancar tanpa ada upaya untuk mengawal perubahan agar apa yang kita rencanakan dapat terwujud. Untuk itu, Pemprov DIY mulai awal 2007 telah membentuk Tim Manajemen Perubahan dan Inovasi Implementasi DGS (disingkat TiMPII-DGS). Meskipun belum lama bekerja, TiMPII telah mengawal perubahan untuk mewujudkan, antara lain: e-procurement, reward & punishment system (sistem tunjangan kinerja), gerai investasi, dsb. TiMPII beranggotakan berbagai instansi karena memang DGS menuntut tradisi kerja tim yang cross-functional. Masih banyak tantangan yang perlu dilalui agar perubahan yang kita inginkan dapat terwujud. Kesabaraan, kegigihan, pendampingan, pilot-projets, dsb diperlukan sekali. Perubahan tidak akan datang begitu saja; proses perubahan perlu dikelola dengan baik.

Saya fikir, demikian pula dengan reformasi yang telah bergulir sejak 1998. Reformasi di Indonesia memerlukan manajemen perubahan dan inovasi... tidak hanya diharapkan berjalan dengan sendirinya atau dijalankan secara tak terkoordinasikan, tidak terintegrasi. Mestinya ada lembaga yang mengawal perubahan tersebut, dengan roadmap yang jelas.

Link konten terkait:
http://djunaedi-egovernment.blogspot.com/